. Anak Dipersimpangan Jalan ~ Leader Tomorrow

Minggu, 04 Desember 2011

Anak Dipersimpangan Jalan


Saat ini secara sadar atau tidak para orang tua sedikit demi sedikit telah menanamkan paham Sekuler (menjauhkan anak dari agama) pada putra-putrinya . Hal ini ditopang oleh sebagian sekolah yang lebih mengedepankan anak didiknya pada aspek intelektual di banding dengan aspek moral dan spiritual . Bahkah tidak jarang dua aspek tersebut sama sekali tidak dijadikan tolak ukur dalam menilai prestasi atau keberhasilan siswa. Hal ini dapat dibuktikan pada penghargaan yang diberikan kepada anak, baik saat menerima raport,kenaikan kelas atau kelulusan. Pada even-even tersebut hampir tidak pernah terdengar sekolah yang memberikan kepada anak didiknya atas dasar keunggulan atau kecerdasan spiritual. Kita tidak akan menemukan gelar juara siswa palig jujur, siswa paling santun,siswa berakhlaq Qur’an, atau lainnya. Yang kita dengar adalah ranking satu,dua dan tiga jumlah nilai sekian diraih oleh putra bapak A,B,C. Kondisi semacam ini diperparah dengan kebijakan pemerintah yang menentukan kelulusan anak hanya mendasar pada 4 bidang studi, yakni Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia,Matematika dan IPA. Sehingga menjadikan nilai mata pelajaran lain (termasuk agama) seakan-akan tidak berguna sama sekali. Sebab jika nilai keempat mata pelajaran tersebut dibawah standar minimal yang ditetapkan , meskipun nilai pelajaran agama 10,00 (sepuluh koma nol nol), maka dapat dipastikan anak tersebut dinyatakan tidak lulus.

Kondisi yang demikian menjadikan sekolah hanya berpikir dan bersusah payah bagaimana menjadikan anak didiknya benar-benar dapat menguasai keempat mata pelajaran tersebut, sekolah dengan gencar mensosialisasikan kebijakan tersebut kepada anak didik dan orang tua. Program tambahan atau kegiatan les tersebut adalah salah satu alternative yang mutlak harus diadakan. Nah, disaat inilah secara tidak sadar guru dan orang tua telah menggiring anak didiknya sedikit demi sedikit jauh dari nilai-nilai agama dan moral. Karena tidak jarang, program tersebut telah mengorbankan ngaji anak. Dengan dalih sangat capek, tidak ada waktu dan berbagai alasan lain anak mulai enggan belajar al-qur’an,anak mulai malas mempelajari agama apalagi mengamalkannya. Meski materi agama sudah diberikan di sekolah, akan tetapi kualitasnya masih sangat jauh dari yang diharapkan. Dikarenakan pelajaran agama

jamnya sangat sedikit perkelas hanya 2 jam pelajaran. Belum lagi sistem pengajarannya yang sifatnya masih banyak teori dan menghafal dibanding dengan praktek.

Orang tua harus mampu memberikan kesadaran beragama kepada putra putrinya agar mereka menjadi anak-anak yang sholeh dan sholehah. Saat ini tidak jarang, sholat yang seharusnya menjadi kewajiban ibadah yang paling fundamental dalam islam tidak begitu mendapat perhatian. Orang tua dan guru lebih sering menanyakan atau menegur anak pada hal-hal yang berkaitan dengan keempat bidang studi tersebut . Sudah mengerjakan PR? Dan sudah belajar? Adalah pertanyaan yang sering dilontarkan kepada anak termasuk saya sendiri. Lalu bagaimana dengan pertanyaan sudah sholat ,Nak?, Sudah baca Al-Qur’an, Nak?

Meninggalkan sholat atau tidak baca al-qur’an sudah menjadi sesuatu yang lumrah. Lalu apakah yang diinginkan oleh orang tua pada anaknya? Dapat dibenarkan orang tua yang hanya memberikan perhatian anak hanya pada masalah duniawi,mengabaikan masa akhiratnya? Bijaksanakah orang tua yang hanya sibuk memikirkan tentang kelanjutan sekolah anak tanpa memikirkan kelanjutan agama anaknya? Belumkah menjadi pelajaran bagi setiap orang tua, betapa banyak anak yang telah menghabiskan banyak biaya sekolah tetapi pada akhirnya sangat mengecewakan bahkan tidak jarang membuat aib keluarga?.

Saat ini anak sedang berada di persimpangan jalan. Sebab setelah lulus, di depan mereka banyak sekali pilihan-pilihan guna menentukan kelanjutan proses belajarnya. Nah, disinilah peran orang tua sebagai pemegang amanah tertinggi terhadap putra-putrinya sangat menentukan hitam putihnya anak kelak dikemudian hari. Apakah anak tersebut kelak dapat menjadi sebuah investasi dunia akherat,atau hanya dunia saja, atau tidak kedua-duanya ? Apakah anak tersebut akan menjadi kebangaan dunia saja, atau kebanggan dunia akherat atau justru menjadi anak yang sangat mengecewakan?. Nabi Bersabda : Setiap anak yang dilahirkan dalam keadaaan fitrah. Maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak tersebut yahudi,nasrani atau majusi”.(HR.Bukhori)

Dari hasil penelitian John mengemukakan sebuah teori yang pada dasarnya dikatakan bahwa anak dilahirkan dalam keadaan suci bagaikan kertas putih tanpa noda. Keluarga adalah orang prtama yang hendak mewarnai dan menentukan arah

perkembagan anak. Teori tersebut tidak lepas dari kenyataan bahwa sejak lahir anakhidup,tumbuh dan berkembangdi tengah keluarga. Kalau keluarga merupakan sosial yang utama bagi anak dan secara kodrati memang bertugas untuk mendidik dan menentukan pendidikan bagi mereka.

Islam tidak pernah menghalangi umatnya untuk mencari ilmu setinggi-tingginya. Bahkan ada ungkapan “ Carilah Ilmu Walaupun harus sampai ke negeri cina”. Namun demikian, ada beberapa hal yang tidak boleh diabaikan oleh orang tua dalam memberikan pendidikan kepada putra putrinya. Dalam hal ini, Nabi Muhammad SAW memberikan gambaran tentang beberapa hal yang harus diberikan orang tua kepada anak, diantaranya adalah pendidikan al-qur’an, sebagaiamana sabda beliau: “Ajarilah
anak-anakmu tentang tiga hal, mencintai nabimu,mencintai keluarga nabi, dan membaca Al-qur’an. Sungguh anak yang ahli membaca al-qur’an akan mendapat naungan Allah ketika tidak ada naungan sama sekali kecuali naungan Allah”.

Qur’an adalah kitab yang paling disucikan oleh umat islam. Ia merupakan mukjizat Nabi Muhammad SAW yang terbesar sepanjang zaman. Sungguh sangat naif, jika orang tua yang mengaku islam enggan mengenalkan Al-qur’an kepada putra-putrinya. Maka berbahagia dan bersyukurlah para orang tua yang memiliki anak yang dapat membaca dan mengamalkan Al-qur’an. Sebab dalam sebuah hadist Nabi Muhammad SAW menyebutkan bahwa “anak yang yang gemar membaca Al-qur’an dan mengamalkannya kelak di hari kiamat kedua orang tuanya akan mendapatkan mahkota dari Allah yang sinarnya lebih terang dari pada sinar matahari”(HR. Bukhori). Subhanallah! Sungguh sangatlah rugi manakala sebuah rumah tangga dimana orangtua yang anaknya hanya mampu menjadikan Al-qur’an sebagai barang pajangan semata tanpa mampu membacanya.

Di samping itu, orang tua juga harus mampu memberikan kesadaran beragama kepada putra-putrinya. Karena ada sebuah ungkapan yang menyatakan bahwa anak akan tumbuh sesuai dengan apa yang dibiasakan oleh orangtuanya, anak itu tidak hidup dengan daya nalarnya tapi dengan agamanya. Maka dekatkan mereka pada agama. Karena hanya dengan agama mereka dapat mengetahui mana yang baik dan yang buruk bagi mereka.


Menurut Ustadz H. Muenawar chalil menyebutkan bahwa agama adalah cara atau alat kebiasaan atau peraturan, undang-undang, taat dan patuh, menunggalkan ketuhanan, pembalasan, perhitungan, hari akhirat, dan nasihat. Jika agama berarti sebuah peraturan maka setiap manusia yang hidup wajib mempunyai agama.

Akhrinya dapat saya simpulkan bahwa , yang menjadi kata kunci keberhasilan seorang anak adalah peran dan tanggung jawab orang tua. Orang tua atau keluarga adalah orang pertama yang hendak mewarnai dan menentukan arah perkembangan anak. Sebab tidak sedikit kenakalan anak, rusaknya akhlaq dan hilangnya kepribadian seorang anak disebabkan oleh keteledoran kedua orang tua dalam memperbaiki anak, membimbing, mengarahkan dan mendidiknya tanpa didasari oleh agama. Begitu sebaliknya jika anak sejak kecil dibimbing dan dididik didasari dengan agama maka anak tersebut akan menjadi mahkota bagi keluarganya. Seorang pujangga mengatakan dalam syairnya:
“Bukanlah anak yatim itu adalah
anak yang kedua orang tuanya telah meninggal dunia
Dan meninggalkannya sebagai anak yang hina.
Akan tetapi, anak yatim adalah
anak yang diterlantarkan ibunya dan bapaknya
Hanya sibuk mengurusi dunia”

Anak adalah amanat bagi kedua orang tuanya. Dan hatinya yang suci adalah permata yang sangat mahal. Apabila ia diajarkan pada kebaikan, maka ia akan tumbuh pada kebaikan itu dan akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat . Tetapi, apabila dibiasakan berbuat kejahatan maka ia akan sengsara dan binasa .

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | SharePoint Demo